Apa dan bagaimana peran Kongregasi CB dalam mempertanggungjawabkan karya Pendidikan Tarakanita yang telah berusia 60 tahun ini? Drs. St. Kartono M.Hum dalam acara wawanhati karya pendidikan yang dikelola oleh para Suster CB mengatakan bahwa pertama, berbagi visi. Bila visi tidak dihidupi, maka apa bedanya dengan sekolah-sekolah biasa? Kedua, dibangunnya relasi setara. Hal ini kadang dirusak oleh awam karena kepercayaan yang diberikan tidak disertai dengan kontrol. Ketiga, menyediakan waktu untuk mendengarkan semua sehingga tidak terjadi keputusan atau kebijakan hanya dari satu sisi saja. Keempat, secara personal, meskipun susternya dalam sehari ganti tiga kali pun yang berbeda hanya stile kepemimpinannya. Spirit tetap sama! “Bangun situasi itu sehingga meskipun susternya baru maka tidak akan menjadi soal,” tandasnya.

Wawanhati karya pendidikan yang dikelola oleh para Suster CB merupakan salah satu kegiatan untuk menandai event khusus yakni perayaan syukur (jubilee) 175 tahun Kongregasi CB dan 60 tahun Yayasan Tarakanita. Acara tersebut diselenggarakan pada Minggu (15/1) pukul 10.00 sampai 13.45 WIB yang bertempat di Panti Bina Provinsialat CB, Jalan Kolombo 19A Yogyakarta.

Acara wawanhati diikuti oleh para mitra kerasulan Suster CB, para praktisi dan pemerhati pendidikan, baik dari Tarakanita sendiri maupun dari luar Tarakanita. Event tersebut menjadi kesempatan bagi para Suster CB sebagai refleksi dan evaluasi karya, khususnya karya pendidikan yang berusia 60 tahun. Dengan demikian, usia 60 tahun adalah saatnya untuk berani terbuka menerima masukan-masukan dari publik demi kemajuan dan perkembangan pelayanan pendidikan.

Wawanhati tersebut mengundang tiga pembicara yakni Drs. St. Kartono M.Hum guru SMA Kolese de Britto dan penulis, Dr. Cipto Susana mewakili orang tua siswa yang juga adalah Dosen Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, RV. Banu Hastha Kunjana S.Pd selaku Kepala Divisi Pendidikan Yayasan Tarakanita Wilayah Yogyakarta. Sedangkan Dr. Y. Sari Murti Widiyastuti SH. M.Hum bertindak sebagai moderator.

Banu Hastha Kunjana dari Tarakanita diberi kesempatan untuk yang pertama dalam menyampaikan materinya. Ia memaparkan potret Tarakanita yang senyatanya secara gamblang. Apa yang nanti dan sebaiknya perlu mendapat perhatian bagi Yayasan Tarakanita. Dipaparkan pula potret tentang turunnya siswa di seluruh Yayasan Pendidikan Tarakanita di wilayah Yogyakarta maupun secara nasional. Ada tantangan yang harus dihadapi, dan itu tidak mudah.

Yayasan Tarakanita dikelola dengan menggunakan manajemen Organizational Balanced Scorecard (OBSC). “Saat ini, suster sebagai pemilik yayasan semakin lama semakin sedikit. Jangan sampai terjadi semakin lama semakin habis kemudian karya ini diserahkan kepada mitra kerasulan CB. Berbicara tentang kualitas, kompetensi, memang suster perlu memiliki kualitas tertentu ketika ditugaskan di sekolah. Karena suster sebagai pemilik, maka perlu memiliki kualitas dan kompetensi tersebut sehingga bisa mengelolanya dengan baik. Bila tidak, maka akan mudah diakali,” kata Banu.

Disampaikan pula bahwa yang menjadi tantangan adalah berkaitan dengan rumusan jelas tentang pendidikan khas Tarakanita. Hal ini masih menjadi perdebatan, seperti apakah pendidikan khas Tarakanita? Sampai saat ini yayasan masih bergulat tentang hal itu.

“Saat ini Tarakanita baru sampai pada Pendidikan Karakter Tarakanita (PKT) dan Pembelajaran Berbasis Research (PBR). Dua hal inilah yang merupakan suatu rintisan yang membentuk pembelajaran yang khas Tarakanita,” lanjutnya.

Sementara itu, Dr. Cipto Susana memberikan testimoni dan inspirasi berkaitan dengan pengelolaan SDM, bagaimana mengembangkan berbagai macam perubahan terbaru berkaitan dengan integrasi antara sekolah dengan orang tua. Selain itu bagaimana membuat perencanaan secara lebih matang mulai dari kurikulumnya dan sarana prasarananya. Semua harus bisa menjadi sarana pembelajaran termasuk character buildingnya.

Sedangkan salah satu peserta, Sr. Patrice OSF dari Yayasan Marsudirini mengungkapkan bahwa Tarakanita berani membuat satu terobosan baru yang luar biasa. “Oleh karena berbicara masalah pendidikan, maka jangan terkotak hanya CB. Tidak hanya Tarakanita tapi pendidikan Katolik di Indonesia pada umumnya. Kerangka inilah yang mau saya katakan bahwa Tarakanita memulai sesuatu yang baru. Hal yang bagus ini mestinya disharekan pada banyak orang supaya warta Kerajaan Allah itu menjadi lebih luas. Yang kita perlukan adalah jejaring dan tidak menjadi musuh (pesaing). Mari kita bergandengan tangan untuk melihat bendera Katolik itu meskipun tentu dengan cirikhas masing-masing. Profisiat pada Tarakanita yang telah membuat terobosan yang bukan hanya untuk yayasan saja tapi sekolah Katolik pada umumnya,” ajaknya bersemangat.

Wawanhati Karya Pendidikan Suster CB

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

id_ID