Pelatihan Pemberdayaan Kelompok Ekonomi Korban berupa pertanian, peternakan lele dan pengolahan makanan

Kerjasama antara Lembaga Perlindungan Saksi (LPSK) dan Korban dengan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI)

 

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) bekerja sama dengan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) menggelar pelatihan pengembangan ekonomi pada beberapa orang korban dan keluarga korban pelanggaran HAM yang tinggal di seputar Yogyakarta. 

Pelatihan ini dikemas dalam waktu 4 hari, mulai tanggal 23-26 Maret 2022 dalam bentuk pertanian, peternakan lele dan pengolahan makanan yang dilaksanakan di Berkah Bumi Blembem, lahan yang memang dikhususkan oleh para suster CB untuk pelatihan-pelatihan pemberdayaan dan pertanian, yang dikoordinatori oleh Sr Marisa CB.

Romo Eka Dilanta O. Carm, selaku Sekretaris Komisi Keadilan Perdamaian dan Pastoral Imigran KWI, hadir mewakili KWI, turut mendukung bentuk pelatihan ini, terutama karena memiliki keprihatinan yang sama untuk membantu para korban, agar keluarga-keluarga korban dapat tetap bertahan dalam situasi pandemi ini.

Bapak Antonius PS Wibowo, Wakil LPSK, menceritakan asal muasal pelatihan ini. Bapak Anton, yang juga alumni dari SMA Kolese Debrito dan pernah menjadi dosen di Atmajaya Jakarta ini menjelaskan bahwa pelatihan ini merupakan pelatihan ke-4, setelah pertemuan LPSK dengan Mgr. Suharyo (Ketua KWI), pada Feb 2021, di mana ada kesamaan pemahaman antara KWI dan LPSK, bahwa tugas-tugasnya banyak yang bersinggungan. Kemudian dilanjutkan oleh Pak Anton, dan Mas Galih mensurvey ke beberapa tempat, dan bertemu dengan Rm Endro, Sr. Marisa, dll. Pada Nov 2021, diselenggarakanlah Workshop di Kantor Perwakilan LPSK Jakarta dan mengadakan berbagai simulasi yang kira-kira mungkin untuk bisa didampingi. Pada Mar 2021, telah diadakan pertemuan di LPSK Yogya, dan menemukan bahwa ada sekitar 11-12 orang yang tertarik mengikuti pelatihan. Akhirnya pada 23-26 Maret 2022 ini, dilakukan pelatihan selama 4 hari yang bertujuan untuk mencari tambahan skill.

Bapak Hasto Atmojo Suroyo, Ketua LPSK, menjelaskan dalam sambutannya bahwa LPSK memiliki tanggung jawab memberikan rehabilitasi psikososial, yang mewajibkan untuk bekerja sama dengan lembaga-lembaga pemerintahan maupun non pemerintahan, di tingkat pusat maupun daerah, bahkan internasional. Dalam penafsiran sempit, rehabilitasi yang dilakukan dengan ‘menyodorkan’ beberapa korban kepada lembaga-lembaga yang akan memberikan bantuannya untuk rehabilitasi. Sekarang penafsirannya menjadi  lebih luas, sampai dengan ikut ambil bagian dalam pembiayaannya. LPSK juga sedang menyiapkan materi sebagai road map, karena program ini tahun depan akan menjadi program prioritas ke-2 yang akan dimintakan persetujuan ke Bappenas. Program Pertama adalah Program Perlindungan Berbasis Komunitas yang membentuk Sahabat Saksi Korban di seluruh Indonesia, dan wilayah Yogya ini turut menjadi prioritas. Program ini menjadi program andalan, selain perlindungan. Karena selama ini Hukum Peradilan Pidana hanya memperhatikan pada pelaku saja. Ada kewajiban negara untuk memberikan pemulihan kepada korban, karena korban seringkali mengalami kerugian-kerugian, yang bentuknya tidak hanya cedera fisik atau trauma psikologis bahkan kekuatan ekonomi keluarga menjadi terancam, co. kepala keluarga/beberapa anggota keluarga meninggal. Namun tidak hanya kewajiban negara, tapi kita semua, untuk membantu baik secara medis, psikologis dan psikososial. Upaya psikososial ini dilihat sebagai kemampuan sosial, ekonomi, spiritual dari korban. Diinvertarisir, apakah bisa dipulihkan kondisinya, salah satunya kebutuhan modal usaha, ketrampilan, agar keluarga bisa survive. Namun, yang terpenting dan diharapkan adalah kesempatan ini dipergunakan dengan sungguh-sungguh bagi para peserta. Pekerjaan paling mulia adalah menjadi petani, karena yang dieksploitasi adalah alam pemberian dari Tuhan sendiri. Semoga nantinya peserta dapat mengembangkan usaha sendiri. Jika dibutuhkan, akan dibantu pemasarannya, tapi terpenting harus baik kualitasnya. Contoh: kopi menjadi andalan Indonesia untuk Norwegia dan Eropa, kemudian merosot tajam karena pengusahanya tidak mampu menjaga kualitas. Pertama yang penting ketrampilan ini bisa jadi penopang ekonomi keluarga dulu, baik jika bisa dikembangkan menjadi usaha yang mendatangkan keuntungan yang lebih baik bagi keluarga. Korban sebenarnya sangat banyak mencapai 1000 di Yogya ini, namun yang tertarik hanya 15 saja. Mungkin karena kultur kita, menunggu contoh dulu. Ketrampilan ini tidak membutuhkan ruang, sehingga bisa diterapkan. Inilah yang bisa diberikan negara agar keluarga bisa survive, semoga bisa menjadi usaha produktif.

Sr. Marisa CB, koordinator KPKC Suster CB juga menjelaskan bahwa tempat tersebut bernama Berkah Bumi Blembem, tempat untuk melakukan kegiatan pemberdayaan masyarakat maupun pelatihan pertanian. Tempat untuk menjadi seorang petani yang mencintai lingkungan, petani organik. Tempat ini dimulai 5 Sept 2020. Betul, bahwa menjadi petani adalah pekerjaan yang mulia, karena menjadi mitra Allah, memberi makan banyak orang. Mba Itun dari Mertoyudan, mengembangkan produk rempah untuk segmen menengah ke atas akan mengajarkan tentang pembuatan detox. 

Pelatihan ini diberikan oleh Sr. Marisa, Bapak Jarot dan tim ini dilakukan selama empat hari, terbagi menjadi 3 bagian: pertanian, peternakan lele dan pengolahan makanan. Pelatihan dimulai dengan pelatihan eco enzyme di hari pertama. Sr. Theresina CB yang juga pegiat lingkungan yang memberikan materi tentang pembuatan ecoenzym yang menjadi salah satu solusi untuk pengelolaan sampah organik yang mulai membengkak di TPA-TPA. Bahannya juga sederhana: air, molase, sisa kulit sayur/buah.

Pelatihan hari berikutnya peserta dapat memilih dan kemudian dibagi menjadi 3 kelompok, yakni yang terdiri dari

  • pertanian (pengolahan lahan, pembuatan pupuk, pembibitan, penanaman, pembuatan pestisida organik, pemupukan),
  • peternakan lele (pembuatan probiotik, pembuatan pelet), dan
  • pengolahan makanan (membuat keripik pare, penirisan dan packing, minuman dan makanan detox, pembuatan lele frozen, dan abon lele).

Peserta dengan antusias mengikuti sesi demi sesi dan menikmati sajian makanan yang bahannya sebagian besar diambil langsung dari lahan tersebut. Peserta dapat menikmati beras merah yang pulen, dan ikan lele yang gurih. Disajikan bersama dengan hamparan alam yang sejuk sambil melihat tanaman-tanaman hias maupun tanaman perkebunan yang telah berbuah dan tertata dengan rapi.

 

Pelatihan Pemberdayaan untuk Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban di Berkah Bumi Blembem

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

id_ID