Pada Selasa (26/7) kami para Suster CB Privinsi Indonesia kehilangan salah satu dari saudari kami yang kami cintai yaitu Sr. Angela CB. Tepat pukul 00.05 WIB Sr. Angela menghadap Tuhan dengan tenang diiringi lantunan doa dari para suster yang hadir mendampinginya. Dengan penuh kepasrahan ia menyerahkan hidupnya kepada Sang Sumber Hidup yang telah lama dirindukannya.

“Aku memuji Tuhan dan bersyukur kepada-Nya,
karena Dia memperkenankan aku menderita demi cinta kepada Yesus Kristus,
sebab pada waktu itu aku memang sangat haus penderitaan.”(EG.100).

Kutipan ini memberi inspirasi bagi Sr. Angela untuk menjalani hidup panggilannya dengan penuh syukur dan gembira. Selama 38 tahun Sr. Angela telah mengabdikan diri kepada Tuhan dalam Kongregasi Suster-suster CB. Ia sering dipanggil CB 100 (bukan merek sepeda motor), tetapi dalam keanggotaan CB ia mendapat urutan nomor 100, dan ia begitu bangga dengan sebutan nomor ini. Suatu ketika ia pun berpesan pada suster-suster sekomunitasnya (Komunitas Panti Rapih Yogyakarta) bahwa bila ia meninggal supaya dibacakan EG. 100 dan Mazmur 100. Semuanya serba 100.

Kegembiraan dan kebahagiaan selalu terpancar dalam hidup dan pelayanannya. Di manapun ia hadir dan berada membawa suasana gembira. Banyak cerita lucu yang dimilikinya sehingga membuat orang lain terhibur dan tertawa.

Suster Angela adalah bungsu dari 10 bersaudara dan dibesarkan dalam keluarga yang memiliki ikatan persaudaraan yang sangat kuat. Hal ini menjadi bekal dan kekuatan baginya dalam membangun komunitas di mana ia pernah mengemban perutusannya.

Ketika ia memutuskan untuk menjadi biarawati bukanlah perkara mudah. Orang tuanya sempat mengatakan, “Kamu boleh menjadi Katolik tapi tidak boleh menjadi suster. Kalau kamu berani jadi suster, nanti saya untal!” (Untal berarti ditelan utuh-utuh). Akhirnya, demi hormat dan cinta pada bundanya, ia memasuki masa postulan ketika ibunya sudah berpulang ke pangkuan Bapa. Hal ini dilakukannya karena ia tak mau menyakiti hati bundanya.

Suster Angela memiliki jiwa seorang pendidik sejati, dengan penuh perhatian para siswa/i didampingi sampai tuntas dan dilayani dengan hati yang tulus. Beberapa komunitas yang pernah ia singgah dan tinggal, di Kota Yogyakarta-lah ia banyak mengabdikan diri dan melayani kaum muda. Hidupnya banyak diabdikan untuk pelayanan di lingkungan pendidikan, baik di Tarakanita maupun di lembaga pendidikan lainnya. Banyak di antara alumni yang sangat terkesan dan mencintainya, bahkan relasi dan komunikasi tetap terjalin meskipun mereka sudah tersebar di banyak tempat dan kota. Hatinya memang untuk orang muda, terutama untuk kemajuan dan perkembangan pendidikan.

Tuhan memberikan banyak talenta kepadanya, banyak hoby dimilikinya. Suster yang terkenal tomboy ini pencinta binatang, koleksi perangko, kliping berita-berita yang penting, itu semua menjadi perhatian dan dengan senang hati dilakukannya. Rasanya belum sempurna bila kita belum menyebut kegemarannya yang utama yaitu “bola”. Meskipun ia seorang suster tapi kalau bicara soal bola, dialah pakarnya. Saking senangnya pada sepak bola, ia memiliki koleksi aneka macam asesoris dunia bola. Bahkan museum mini bola pun dimilikinya, mulai dari kaos, kursi, bantal, gantungan kunci, jam, payung, blocknote, buku, majalah, pena, pensil, gelas, cangkir, piring, dan masih banyak lagi asesoris dunia bola, semua dirawat dengan baik dan tertata. Ia melakukan semuanya dengan cinta. Tidak hanya sesama yang dicintainya, tetapi binatang pun mendapat perhatian dan kasih sayang, sampai-sampai seekor burung sudah diangkat menjadi keluarga dan mendapat sebutan Raden Mas Pice Abimanyu Sugianto. Pada Raden Mas Pice inilah, Oma, demikian sapaan akrabnya, sering curhat berkaitan dengan apapun yang dialaminya. Selain itu Oma tidak tega kalau membunuh binatang seperti kecoa, semut, lalat, atau nyamuk.

Banyak kenangan selama hidup bersama dengan Sr. Angela. Pengabdian diri, kecintaan terhadap kongregasi dan kepeduliannya terhadap sesama sangat kuat hidup dalam diri Sr. Angela. Peristiwa erupsi Merapi yang terjadi beberapa waktu yang lalu semakin membuktikan bagaimana Sr. Angela sungguh memiliki kepedulian dan semangat berbelarasa yang tinggi. Meski dalam kondisi yang tidak terlalu sehat, tetapi ia begitu bersemangat untuk membantu dan meringankan beban penderitaan masyarakat di Lereng Merapi. Dengan penuh semangat ia mengontak kenalan, para alumni diketuk hatinya untuk mau peduli dan berbagi pada yang menderita. Tubuhnya yang sudah mulai menurun kesehatannya tidak dipedulikannya. Semangat untuk membantu dan melayani sesama itu yang menguatkannya.

Dua tahun yang lalu, Sr. Angela dinyatakan oleh dokter mengidap penyakit kanker. Namun vonis ini tidak menyurutkan semangatnya untuk tetap bisa hidup dan berkarya. Meskipun ia banyak tinggal di rumah karena kesehatannya, namun banyak hal masih dapat ia lakukan untuk memaknai dan mengisi hidupnya.

Meski dalam keadaan sakit, Sr. Angela jarang mengeluh. Semua ditanggung dengan diam dan banyak berdoa. Bila rasa sakit mulai muncul, maka melalui sms Sr. Angela minta bantuan doa dari saudara dan kenalannya. Ia begitu percaya dan mengimani bahwa kekuatan doa mampu mengatasi rasa sakitnya, sehingga dengan pasrah dan setia menanggung derita.

Kini Sr. Angela telah tiada menghadap Bapa di Surga, namun semangat dan kebaikannya akan tetap dikenang. Kami merasa bangga dan bersyukur karena memiliki dan pernah hidup bersama Sr. Angela.

Setelah berembug dengan keluarga dan dengan berbagai pertimbangan, maka diputuskan bahwa misa requiem diadakan di Kapel Maria Bintang Samudera di hari itu juga tepatnya pukul 11.00 WIB. Adapun konselebran utama dalam misa tersebut adalah Rm. GP. Sindhunata SJ yang didampingi oleh Rm. A. Sudiarja SJ dan Rm. Erwin Sasmita Pr. Selain para suster yang hadir menghantar Sr. Angela, kapel yang cukup besar itu pun dipenuhi oleh para pensiunan guru, para guru, siswa/i, alumni SMP Suryodiningratan dan SMA Stella Duce 1. Hadir pula kelompok Focolare Asia di mana Sr. Angela menjadi salah satu penggeraknya, pun sejumlah sahabat dan kenalannya. Dengan demikian tampaklah bahwa Sr. Angela ini dicintai begitu banyak orang, sehingga harus menambah banyak kursi di luar kapel dan di balkon.

Dalam khotbahnya, Rm. Sindhunata sempat menyampaikan kenangan-kenangan lucu dari Sr. Angela. Salah satunya adalah ketika ia menjadi guru di Pulau Bangka, ketika menjumpai kebandelan-kebandelan anak remaja. Selain menjadi guru BP ia diminta untuk mengajar menyanyi. Terpaksa. Tak ada orang lain lagi. Yang ada dalam benaknya, kunci keberhasilan guru terletak pada ketegasannya. Maka, siswa-siswinya diajak menyanyi dengan nada dasar “do = tegas”. Ia sangat mencintai dan memahami siswa-siswinya yang bandel karena ia pun bandel di tengah keluarganya.

Setelah khotbah, Rm. Sindhunata turun dari mimbar dan mendekati peti jenazah untuk meletakkan bola kesayangan Sr. Angela di sisi kiri “tidurnya”. Sedangkan di sisi kanan pembaringannya, Sr. Surani CB setelah memberikan sambutan mewakili DPP, meletakkan rangkaian bunga berbentuk bola.

Setelah Ekaristi, jenazah dihantar ke peristirahatannya yang terakhir di makam Suster-suster CB di komplek Postulat-Novisiat yang terletak di Jalan Affandy CT. X/26 Santren, Yogyakarta. Di antara para pembela sungkawa, tampak kakak dari Sr. Angela, Alfred bersama keluarganya, satu-satunya kakak yang masih ada, menghantar kepergiannya dengan iringan isak tangis yang tak tertahankan. Sejumlah keluarga, sepupu, kemenakan, cucu-cucunya, sahabat, dan kenalan melepasnya ke alam keabadian. Semua merasa kehilangan sosok yang sangat dicintai. Semoga Sr. Angela di Surga menjadi perantara bagi doa-doa kita.

Ketahuilah, bahwa Tuhanlah Allah,
Dialah yang menjadikan kita dan punya Dialah kita,
umat-Nya dan kawanan domba gembalaan-Nya.
Masuklah melalui pintu gerbang-Nya dengan nyanyian syukur,
ke dalam pelataran-Nya dengan puji-pujian,
bersyukurlah kepada-Nya dan pujilah nama-Nya.
Sebab Tuhan itu baik, kasih setia-Nya untuk selama-lama-Nya,
dan kesetiaan-Nya tetap turun temurun.
(Mz. 100)

Pe-Sepak Bola Itu Pun Pergi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

en_US