Minggu (21/11) pagi, usai Ekaristi di Gereja St. Yohanes Rasul Pringwulung, Yogyakarta, suasana di depan gereja tidak seperti biasanya. Banyak orang berkerumun di sebuah sisi jalan, tepat berseberangan dengan pintu masuk gereja. Bukan saja para ibu yang tampak di sana, pun para bapak ingin menyaksikan sendiri ada apa di sana.

Ketika Perayaan Ekaristi hampir selesai, imam yang memimpin Ekaristi mengajak umat untuk terlibat dan berpartisipasi mendukung para ibu yang berjualan di depan gereja. Mereka adalah ibi-ibu pengungsi dari Lereng Merapi yang tinggal di Posko Postulat-Novisiat CB, Jalan Affandi X/26, Santren, Jogja.

Begitu umat keluar dari gedung gereja, pandangan langsung tertuju pada tulisan “Kreasi Ibu-Ibu Pengungsi. Anda Peduli Pengungsi…? Silahkan Beli”. Di sana sudah tersedia berbagai makanan hasil karya ibu-ibu pengungsi yang tinggal di Postulat-Novisiat CB. Dibantu oleh para Postulan dan Novis CB, ibu-ibu dengan ramah menjajakan hasil karyanya.

Adapun aneka makanan yang mereka jual dalam kemasan adalah sayur daun pepaya (Rp 5.000), buntil (Rp 5.000), kering kentang (Rp 5.000), peyek kacang hijau (Rp 6.000), tempe dan tahu bacem (Rp 5.000), bakwan jagung (Rp 7.500), kripik singkong (Rp 10.000), cemplon (Rp 2.500), dan minuman instan seperti jahe, kunir-asem, temulawak, dll (Rp. 10.000). Tak berlangsung lama, seketika jualan ibu-ibu pengungsi itu pun ludes.

Umat tidak sekadar membeli makanan tersebut, melainkan ada yang bertanya berkaitan dengan pembuatan aneka makanan. Seorang ibu berjilbab yang bernama Ibu Subandi mengatakan bahwa semua ini mereka lakukan untuk mengisi waktu di pengungsian supaya tidak “nglangut”. Lain daripada itu hasil penjualannya bisa untuk membelikan buku-buku dan sepatu anak-anak. Sungguh sederhana motivasi mereka menjual makanan tersebut.

Lebih lanjut, mereka mengatakan bahwa para suster yang memberi kesempatan dan melatih/mengajari mereka menghasilkan karya seperti ini. Komunikasi pun berlanjut dengan pertanyaan mengenai kondisi rumah atau dusun/desa asal ibu-ibu pengungsi itu. Dengan demikian, suasana jual-beli pun meluas menjadi ajang perkenalan dan komunikasi yang semakin akrab bagaikan sahabat yang telah lama tak pernah bertemu.

Kreasi Ibu-Ibu Pengungsi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

en_US