Suster-suster CB tahu ke mana arah perahu dari Belanda mereka melengkapi kehadiran Suster-suster yang di Jakarta, di Bandung, lalu ketika melihat kebutuhan yang ada di wilayah sini, 5 suster datang untuk menanggapi kebutuhan umat melanjutkan karya kasih Kristus yang menjadi teman orang-orang sakit. Di Yogyakarta saya ingat Tuan Schmutzer yang menjadi direktur Pabrik Gula Ganjuran juga terlibat di dalam hadirnya rumah sakit ini.

Syukur pada Tuhan karena berhasilnya melewati masa krisis. Pada waktu itu Tuan Schmutzer kemudian ingin mengungkapkan syukurnya dengan membangun rumah sakit, membangun gereja dan bahkan membangun Candi Ganjuran yang dipersembahkan pada Hati Kudus Tuhan Yesus.

Ketika rumah sakit itu didirikan, rumah sakit diberi nama Onder de Bogen. Ada plengkung-plengkung yang dilestarikan di sini mengingatkan kita akan masa lampau bahwa munculnya kesediaan untuk menemani orang-orang sakit itu berasal dari kasih Kristus sendiri.

Pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih pada para suster yang tekun, setia, dan sederhana tetap mau melestarikan semangat kasih melayani orang-orang sakit. Melestarikan kehidupan dan membela kehidupan. Bahkan kemudian tenaga-tenaga itu dilengkapi oleh tenaga-tenaga profesional: para dokter, para perawat, dan pengurus yayasan. Kemudian sampai pada suatu kesepakatan untuk menghadirkan Klinik Rawat Inap Panti Rahayu. Saya mendengar bahwa setelah ini akan dilanjutkan dengan pembangunan tahap ke-2 supaya kehadiran rumah sakit ini bisa memadai, menanggapi kebutuhan-kebutuhan umat. Melestarikan semangat cintakasih menjadi tugas kita. Melestarikan nilai-nilai sejarah juga menjadi tugas kita. Zaman Jepang itu zaman berat, Suster Belanda diinternir, masih ada Suster Jawa yang masih dengan setia melaksanakan tugas-tugas yang melebihi kekuatan mereka.

Kebijakan orang-orang Jepang untuk mengadakan pemribumian dan mengubah nama Onder de Bogen menjadi Panti Rapih. Nama yang kalau kita pelajari dari sejarah muncul dari ide Mgr. Soegijapranata sebagai rumah penyembuhan. Dari sejarah itu kita tahu bahwa kehadiran Panti Rapih ini juga bersamaan dengan kehadiran bagaimana bangsa ini mempertahankan kemerdekaan. Pejuang-pejuang yang sakit dan menderita dirawat bahkan dari sejarah ketika Jendral Sudirman pada waktu itu sakit karena penderitaan di Madiun lalu dirawat di rumah sakit ini pula. Ketika dirawat di rumah sakit itu dan ada suatu puisi yang ditulis. Dan saya berharap pengalaman seperti itulah yang akan dialami orang-orang yang dirawat di rumah sakit yang dikelola Suster-suster CB yang berdasarkasn cintakasih itu.

Pada hari raya yang ke-25 Onder de Bogen itu, Jendral Sudirman menulis suatu puisi yang berjudul Rumah nan Bahagia.

Seperti empat abad lamanya, tegak berdiri hingga kini
Panti Rapih rumah nan bahagia, naungan putra pertiwi
Orang sakit nan menderita, gering tiba sehatlah pergi
Berkat kegiatan usaha beserta kesucian hati
Sama tegak dan teguhnya, besar jasanya hingga kini
Seluruh pengurus pegawainya, ikhlas serta jujur
Sambil baring aku berdoa; Tuhan Allah Yang Maha Suci
Limpahkan berkat karunia atas rumah bahagia ini
Kehadirannya terus berjasa, dulu, kini, dan hari nanti
Untuk masyarakat Indonesia yang tetap merdeka, abadi

Ditulis di Yogyakarta tanggal 11 November 1949.
Yang menyebut dirinya orang perawatan yang berterima kasih, Panglima Besar Tentara RI, Letjen Sudirman.

Semoga siapapun yang dirawat di tempat ini bisa kemudian mengalami seperti apa yang dialami oleh Bapak Sudirman. Bersyukur atas kebaikan Tuhan lewat pelayanan para suster, para karyawan, para dokter, para perawat, dan siapa saja yang terlibat di dalam pengelolaan ini.

Saudara-saudari terkasih, Panti Rapih memberikan suatu makna kehidupan, tetapi kita juga ingin menghargai apa yang menjadi kekuatan-kekuatan lokal di tempat ini. Romo Riana juga berpikir-pikir nama lalu browsing ke google, menemukan Kelor. Dan Kelor ternyata memiliki potensi besar sebagai suatu penyembuh. Kita ingin supaya potensi lokal baik alam yang ada di sekitar sini, baik juga orang-orang yang mendukung dan tinggal di tempat ini sungguh-sungguh menjadi suatu komunitas penyembuh.

Saya masih ingat suatu kata yang saya kenal yaitu Yesus pada waktu itu masih muda, kecil, diamankan di Mesir oleh bapak-ibunya. Kata orang, Dia di Mesir di mana? Ternyata ada suatu keterangan bahwa keluarga itu tinggal di sekitar Danau Mariotis. Danau yang kaya mineral. Pohon-pohon yang di sekitarnya itu menjadi obat penyembuh. Maka zaman itu disebut juga zaman teraupetik dan komunitas yang ada di sekitarnya juga Komunitas Teraupetik.

Kita semua ingin menjadi suatu Komunitas-komunitas Teraupetik. Komunitas yang anggota-anggotanya memiliki kontribusi untuk menjadi penyembuh-penyembuh. Mulai dari keluarga masing-masing karena sakit tidak hanya fisik tetapi sakit mental atau sakit rohani.

Tiap orang dalam kehidupan ini bias terluka dan kita bias menjadi orang yang melukai. Marilah kita membentuk masyarakat kita menjadi masyarakat penyembuh. Ambil bagian di dalam tugas melestarikan keutuhan ciptaan.

Khotbah Mgr. Pujasumarta Ketika Pemberkatan Klinik Panti Rahayu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

en_US