Sebuah sharing dari seorang nakes yang anaknya harus isoman di Shelter Syantikara: 

 

Diawali hasil pemeriksaan antigen dari Klinik Realino yang menunjukkan hasil positif Covid, anak saya lalu meminta Surat Pengantar agar dapat masuk ke Shelter Syantikara dari Klinik Realino.

Dengan membawa surat pengantar tersebut anak saya pertama-tama melalui pemeriksaan awal/screening di Shelter Syantikara dan kemudian mendapatkan kamar di ‘rumah’ bersama dengan para nakes isoman. Memang ada beberapa rumah isoman di dalam Shelter Syantikara.

Bagaimana kondisi di Shelter Syantikara? Sangat bagus menurut kami.
Di awali dari pintu gerbang area Syantikara, ada relawan yang dengan ketat menjaga. Setiap orang yang akan masuk ditanya apa kepentingan dan tujuannya. Yang jelas kita tidak bisa mengunjungi para isoman sampai mereka dinyatakan sudah bisa pulang 10 hari isoman atau 10+3 hari isoman.

 Jika kita ingin mengirimkan obat/makanan/pakaian/keperluan bagi yang isoman, maka barang tersebut harus dititipkan di Pos Jaga di pintu gerbang dengan menuliskan nama jelas dan ruang serta kamar yang mereka pakai. Lalu, akan ada ekspedisi, – seperti yang tertulis di Pos pintu gerbang.

Kita hanya bisa sampai di pintu gerbang saja, ya, memang tidak bisa masuk … selanjutnya kiriman/titipan tersebut akan diantar oleh relawan ke Shelter yang dituju. Kiriman/titipan tersebut akan diletakkan di meja teras rumah Shelter, dan para isoman akan mengambilnya sendiri.

 

 

Di meja teras itu jugalah tempat meletakkan makan pagi, siang, sore dan snack pagi, siang, sore. Air minum juga sudah di siapkan di setiap rumah Shelter.

Jadi mereka yang dapat masuk ke rumah shelter adalah mereka yang terdiagnosa Covid dengan membawa hasil PCR/antigen dengan gejala ringan atau Tanpa Gejala. Karena mereka di sana harus melakukan segala sesuatunya sendiri, baik mencuci baju, membersihkan tempat tidurnya masing masing, dan mengurus kebutuhan pribadinya. Memang ada mesin cuci, tetapi saya meminta anak saya untuk tetap mencuci tangan biasa. Untuk aktifitas mereka.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Menu makan yang disiapkan TKTP ( Tinggi Kalori Tinggi Protein), sesuai dengan kebutuhan pasien Covid. Bagaimana dengan obat-obatan? Semua harus membawa sendiri. Meskipun di sana ada dokter dan perawat relawan, mereka tidak menyediakan obat. Untuk itu, semua keperluan sudah harus dibawa sejak sebelum masuk, dan sudah mendapat dari dokter/RS/Klinik/Puskesmas. Namun, bila kemudian ada tambahan, lalu bisa disusulkan. Obat pun berada dalam pemantauan petugas Shelter.

Di setiap rumah Shelter sudah di siapakan tensi digital, oksimetri dan pengukur suhu digital/termogun. Bagi para isoman yang baru masuk, di awal akan diberi penjelasan cara pemakaiannya. Untuk anak saya sehari bisa 3-4× mengecek dan kemudian melaporkannya ke petugas, dan masing masing isoman akan mendapat report medik online.

 

Bagaimana dengan pembersihan ruangan dan sekitarnya? Ada petugas kebersihan yang dengan rutin akan membersihkan dan hebatnya mereka semua memakai APD level 3. Satu kamar mandi digunakan untuk 2 orang isoman dengan kondisi sangat bersih.

Jadi, saya mengatakan kepada anak saya, bahwa anak saya sudah isoman di shelter yang tepat. Mengingat rumah kami kecil, kamar kurang memungkinkan untuk kami bisa isoman dengan baik, dan kami berusaha agar dapat memutus mata rantai penularan kepada keluarga yang lain.

Tujuan isoman bukan untuk mengasingkan, tetapi berani memilih dengan resiko tetap berdoa semoga sampai akhir masa isoman, semua dapat berjalan dengan baik dan anak saya dapat kembali pulih, dapat pulang ke rumah serta kembali beraktivitas.

 

Oh ya… satu hal donasi…
Anak saya yang lain sudah bekerja di Novotel Suite Hotel. Karena anak saya yang satu ini sudah dapat merasakan empati yang mendalam kepada para Suster CB dan para relawan yang memiliki cinta kasih tanpa syarat, berbela rasa, maka ia juga mengirimkan donasi untuk para isoman, walau biayanya tinggal para isoman di Shelter ini sebenarnya gratis/tidak dipungut bayaran.

Semoga gambaran Shelter Syantikara ini bisa membantu bapak/ibu semua…. dan anak saya dengan sukacita, dapat dengan terbuka menjalani masa isomannya.

 

Sekali lagi covid bukan aib, covid bisa di derita oleh siapapun tanpa memandang profesi, pendidikan, status ekonomi, usia maupun gender. Maka sejak awal kami juga terbuka untuk segera menginformasikan tentang info kontak erat, sehingga dengan begitu mata rantai penularan segera diputus. Mgr. Rubyatmoko, ketika beliau tahu bahwa kami memberi info dan men-share kondisi anak kami, beliau mengatakan kepada saya, “Sikap sportif dan peduli pada keselamatan bersama. Sae 👍”

 

Semoga bermanfaat.
Maturnuwun, Berkah Dalem 🙏
Lilik Saptawati – Ayu
05/08/2021

 

Covid Bukan Aib

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

en_US