Maria Elisabeth Gruyters dilahirkan pada tanggal 1 November 1789, di desa Leut yang terletak dipinggir Sungai Maas, sekarang wilayah Limburg Belgia. Ayahnya yang bernama Nicolaas Gruyters, adalah bendahara puri di Leut.

.Pada tahun 1821 Elisabeth berangkat ke Maastricht, di mana ia bertahun-tahun bekerja sebagai pengurus rumah tangga pada keluarga Nijpels. Dalam catatan pribadi yang ia tinggalkan, ia menuliskan kerinduannya agar diterima dalam sebuah biara. Begitu tinggal Maastricht kerinduan ini makin bertambah besar. Pada waktu itu kota Maastricht menderita akibat penindasan Perancis. Biara-biara ditutup, Gereja dilarang mengadakan ibadat. Banyak biarawan/wati hilang. Kota Maastricht sungguh miskin akibat penindasan dan perampokan yang berkepanjangan. Tentara sangat berkuasa, penduduk sangat miskin serta berkekurangan.

 Elisabeth tersentuh hatinya melihat penderitaan lahir dan batin yang dialami penduduk. Kerinduannya untuk diterima dalam biara pelan-pelan berubah menjadi harapan : 

‘agar di kota Maastricht ini didirikan sebuah biara di mana Tuhan akan diabdi secara tulus ikhlas’. 

Pada pesta Maria diangkat ke surga, 15 Agustus 1836 doanya dikabulkan.  Ketika berlutut di depan patung Maria Bintang Samodra:  “aku mendengar persetujuan yang suci dari surga  … itu akan terjadi”. 

Catatan-catatan yang ditulis oleh Elisabeth Gruyters pada tahun-tahun terakhir hidupnya mengandung banyak data mengenai berdirinya Kongregasi. Catatan itu sekaligus merupakan kisah panggilan pribadi dan perkembangan hidup rohaninya. Pada peringatan 150 tahun berdirinya Kongregasi pada tahun 1987, catatan-catatan itu diterbitkan dalam bentuk buku:

‘Elisabeth Gruyters, Pendiri sebuah Tarekat’ 

Karena kebutuhan untuk mengadakan pendekatan atas naskah asli sesuai dengan jaman, maka Kongregasi meminta kepada Institut Titus Brandsma di Nijmegen untuk mempelajarinya. Hasilnya sungguh mengagumkan. Ternyata Elisabeth Gruyters termasuk dalam deretan para mistik. Sebagaimana terungkap dalam buku: 

‘Mistik Elisabeth Gruyters: Aku berdiri di tengah jalan, sangat tercengang’ (1987)

Ketika Elisabet meninggal, ia telah meneruskan inspirasinya kepada para wanita yang seperti dirinya merasa tergerak untuk ‘mengabdi Tuhan dengan tulus ikhlas’ dan menyadari bahwa keinginan itu hanya dapat diwujudkan dengan mengabdi sesama. Hingga hari ini para pengikutnya, tersebar di seluruh dunia, mencoba mengikuti jejaknya dan meneruskan semangatnya.  

Elisabeth Gruyters meninggal dunia pada tanggal 26 Juni tahun 1864. Ia dimakamkan di Wolder, dekat Maastricht.

id_ID